Jakarta – Nilai tukar rupiah mengalami penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (1/12/2025).
Berdasarkan data yang dihimpun, rupiah pasar spot ditutup menguat sebesar 0,07% ke level Rp 16.663 per dolar AS. Namun, berbeda dengan pasar spot, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) justru melemah sebesar 0,04% menjadi Rp 16.668 per dolar AS dari posisi sebelumnya sebesar Rp 16.661 per dolar AS pada Jumat (28/11/2025).
Menurut Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, nilai tukar rupiah bergerak dalam kisaran terbatas atau sideways pada perdagangan Senin karena sentimen pasar yang campuran. Hal ini disebabkan oleh kondisi sektor manufaktur baik secara global maupun domestik.
Josua menilai bahwa pergerakan rupiah hari ini banyak dipengaruhi oleh kombinasi data ekonomi China dan Indonesia yang menunjukkan arah yang berbeda. Dari sisi luar negeri, pelemahan sektor manufaktur China pada November 2025 memberikan tekanan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Perkembangan ini terlihat dari penurunan indeks Manufacturing PMI dan indikator RatingDog China Manufacturing yang kembali menunjukkan kontraksi. Sebaliknya, dari dalam negeri, sentimen pasar justru membaik. Data S&P Global Indonesia Manufacturing PMI menunjukkan peningkatan signifikan menjadi 53,3 dari posisi 51,2 pada bulan sebelumnya.
“Kenaikan ini memberi sinyal ekspansi yang lebih kuat pada sektor manufaktur Indonesia, sehingga membantu menahan pelemahan rupiah,” ujar Josua kepada media, Senin (1/12/2025).
Untuk perdagangan Selasa (2/12), rupiah diperkirakan akan mengalami pelemahan terbatas seiring antisipasi rilis data manufaktur PMI Amerika Serikat yang diproyeksikan meningkat.
Secara harian, Josua memperkirakan mata uang Garuda akan bergerak dalam rentang Rp16.600 hingga Rp16.700 per dolar AS pada Selasa (2/12).
Faktor Pemengaruhi Pergerakan Rupiah
Beberapa faktor utama yang memengaruhi pergerakan rupiah antara lain:
-
Data ekonomi China
Pelemahan sektor manufaktur China pada November 2025 memberikan tekanan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk rupiah. Penurunan indeks Manufacturing PMI dan indikator RatingDog China Manufacturing yang kembali menunjukkan kontraksi menjadi salah satu penyebabnya. -
Data ekonomi Indonesia
Di sisi lain, data S&P Global Indonesia Manufacturing PMI menunjukkan peningkatan signifikan menjadi 53,3 dari posisi 51,2 pada bulan sebelumnya. Kenaikan ini memberi sinyal ekspansi yang lebih kuat pada sektor manufaktur Indonesia, sehingga membantu menahan pelemahan rupiah. -
Antisipasi data ekonomi AS
Pada perdagangan Selasa (2/12), rupiah diperkirakan akan mengalami pelemahan terbatas seiring antisipasi rilis data manufaktur PMI Amerika Serikat yang diproyeksikan meningkat.
Proyeksi Pergerakan Rupiah
Dalam proyeksinya, Josua menyatakan bahwa rupiah akan bergerak dalam rentang Rp16.600–Rp16.700 per dolar AS pada Selasa (2/12).
Pergerakan ini mencerminkan situasi pasar yang tetap stabil meskipun ada tekanan dari luar. Dengan adanya data positif dari sektor manufaktur Indonesia, rupiah mampu bertahan dari tekanan lebih besar.
Namun, para pelaku pasar tetap waspada mengingat perkembangan ekonomi global, terutama dari AS dan China, masih menjadi faktor penting yang dapat memengaruhi nilai tukar rupiah.
