Kisah Ika Wahyu Amelia, Wisudawan Terbaik Unesa dengan IPK 3,93
Ika Wahyu Amelia menjadi salah satu nama yang mencuri perhatian setelah berhasil meraih gelar sarjana dengan IPK 3,93 di Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Nilai tersebut nyaris sempurna dan menempatkan dirinya sebagai wisudawan terbaik dalam periode ke-117. Di balik prestasi akademisnya yang membanggakan, ada kisah perjalanan hidup yang penuh ketekunan dan semangat.
Ika berasal dari keluarga sederhana. Ayah dan ibunya bekerja sebagai buruh pabrik, sehingga kondisi ekonomi keluarga tidak selalu stabil. Meski begitu, Ika tidak pernah menyerah. Dari usia muda, ia sudah sadar bahwa pendidikan adalah kunci untuk mengubah nasib. Namun, jalan tidak selalu mulus. Kondisi ekonomi keluarga membuatnya sempat ragu untuk melanjutkan kuliah. Biaya pendidikan dan kebutuhan hidup menjadi pertimbangan berat.
Namun, Ika tidak mudah menyerah. Ia aktif mencari informasi tentang beasiswa dan mengumpulkan dokumen administrasi sendiri. Kesungguhannya berbuah hasil ketika ia diterima sebagai penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah. Bantuan tersebut menjadi titik balik penting dalam hidupnya. “Saya berani daftar, alhamdulillah keterima. Itu meringankan beban orangtua saya banget,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Perjalanan Akademis yang Menginspirasi
Perjalanan akademis Ika dimulai sejak masa sekolah menengah. Ia lulus dari SMK Yapalis Krian dengan jurusan Akuntansi. Minatnya terhadap dunia angka dan analisis tumbuh sejak dini. Ia menikmati proses menghitung, merapikan data, dan memecahkan masalah numerik. Hal ini membuatnya percaya bahwa ilmu akuntansi bisa menjadi panggilan hidup.
Pada 2021, Ika diterima di Unesa. Awal masa perkuliahan tidak mudah, terlebih karena pandemi Covid-19. Dua semester pertamanya harus dijalani secara daring. Namun, Ika tidak mengeluh. Alih-alih terpuruk, ia menjadikan situasi ini sebagai peluang untuk berkembang. Ia mulai membuka les privat di rumah untuk siswa SD, SMP, SMA, hingga SMK. Dengan sabar, ia mengajar berbagai pelajaran umum, sementara untuk siswa tingkat SMA–SMK ia fokus memberikan bimbingan akuntansi.
Impian Sebagai Pendidik Akuntansi
Bagi Ika, menjadi pendidik akuntansi bukan hanya sekadar cita-cita, tetapi arah hidup yang mulai tampak nyata. “Ketika diterima di Unesa, saya merasa jalan menjadi pendidik akuntansi itu semakin jelas dan nyata,” ujarnya. Ia memiliki motto hidup: “Kalau kamu punya ilmu, bantulah dan sebarkan kepada orang lain.” Dengan semangat ini, Ia ingin ilmunya bermanfaat bagi banyak orang.
Ia tidak membuka kelas besar-besaran. Terkadang, yang ia lakukan hanya berdiskusi santai dengan teman-teman sejurusan maupun dari jurusan lain yang bingung memahami dasar-dasar akuntansi. “Banyak teman dari luar jurusan akuntansi yang belum paham dasar-dasarnya. Kalau mereka tanya, saya bantu jelaskan. Buat saya, ilmu nggak akan habis kalau dibagi,” ungkapnya.
Ketekunan Membuahkan Hasil
Ketekunan dan kepedulian Ika akhirnya membawanya pada berbagai pengalaman lapangan. Ia terpilih menjadi peserta Kampus Mengajar Angkatan 7 di SDN 175 Gresik, membantu siswa-siswa sekolah dasar meningkatkan kemampuan literasi, numerasi, hingga adaptasi teknologi. Pengalaman tersebut berlanjut saat ia menjalani Pengenalan Lapangan Persekolahan (PLP) di SMKN 1 Surabaya. Di sana, Ika mengajar mata pelajaran Akuntansi dan Keuangan Lembaga (AKL) untuk tiga jenjang sekaligus: kelas 10, 11, dan 12.
Bahkan, ia dipercaya menjadi pembimbing siswa dalam Lomba Kompetensi Siswa (LKS) jurusan AKL—sebuah tanggung jawab yang biasanya hanya diberikan kepada guru berpengalaman. Selain aktif mengajar, Ika juga menyeimbangkan kesibukannya dengan kegiatan organisasi kampus. Di ICE FEB Unesa, ia menjabat sebagai Wakil Kepala Departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDMM). Ia juga pernah memimpin kegiatan Training Center dan menjadi Bendahara dalam Webinar Nasional Kewirausahaan.
Langkah Berikutnya
Bagi Ika, dunia akuntansi adalah jalur karier yang luas. Menjadi akuntan memungkinkan seseorang bekerja di berbagai sektor, sementara menjadi pendidik memberi kesempatan untuk membentuk generasi yang melek finansial. “Dua-duanya sama-sama mulia,” ujarnya penuh keyakinan.
Kini, setelah resmi menyandang gelar sarjana, Ika masih melanjutkan rutinitas sebagai guru les privat. Hampir setiap hari ia mengajar dari siang hingga malam. Kesibukan itu tidak membuatnya lelah, justru menjadi bentuk pengabdian yang ia banggakan. Namun, langkah Ika belum berhenti. Ia memiliki mimpi yang lebih besar. “Kalau ada kesempatan, saya ingin lanjut S2. Saya ingin memperdalam pendidikan akuntansi biar bisa jadi dosen,” ucapnya menutup cerita.

