
Struktur Manajemen yang Kuat di Balik Kesuksesan Superbank
Kesuksesan sebuah bank digital tidak hanya ditentukan oleh kecanggihan aplikasinya, tetapi juga oleh “pilot” yang mengemudikannya. Menjelang penawaran umum perdana saham (IPO), PT Super Bank Indonesia Tbk (SUPA) memamerkan struktur manajemen yang solid, memadukan teknokrat digital dengan bankir konservatif. Proses ini menunjukkan komitmen perusahaan untuk menciptakan keseimbangan antara inovasi digital yang agresif dengan tata kelola perbankan yang prudent.
Berikut adalah beberapa tokoh utama yang menjadi bagian dari jajaran direksi dan komisaris Superbank:
Penjaga Gawang Makroekonomi: Anton Hermanto Gunawan
Posisi puncak pengawasan sebagai Presiden Komisaris diduduki oleh Anton Hermanto Gunawan. Sosok ini adalah “kamus berjalan” ekonomi Indonesia dengan pengalaman lebih dari empat dekade. Rekam jejaknya mencakup posisi Chief Economist di dua bank raksasa, Bank Mandiri dan Bank Danamon, serta Country Economist di Citibank NA.
Latar belakang akademisnya pun tak main-main, meraih gelar Master dari University of Chicago dan Columbia University. Kehadiran Anton memberikan jaminan bahwa setiap langkah strategis Superbank akan dihitung cermat berdasarkan analisis risiko makroekonomi yang matang, sebuah keahlian krusial di tengah volatilitas ekonomi global saat ini.
Koneksi Kuat Ekosistem: Neneng Goenadi
DNA teknologi dan ekosistem Superbank terwakili kuat oleh kehadiran Neneng Goenadi di jajaran Komisaris. Neneng saat ini menjabat sebagai Country Managing Director Grab Indonesia, mitra strategis utama Superbank.
Sebelum di Grab, Neneng memiliki pengalaman 25 tahun di industri konsultasi global sebagai Country Managing Director Accenture Indonesia. Keberadaannya di kursi komisaris memastikan integrasi antara layanan perbankan Superbank dengan ekosistem Grab berjalan mulus dan strategis, sebuah kunci utama dalam mengakuisisi jutaan pengguna aktif Grab menjadi nasabah bank.
Srikandi Keuangan dan Operasional
Di jajaran eksekutif, Superbank mempercayakan posisi Direktur Keuangan kepada Melisa Hendrawati. Ia bukan bankir konvensional biasa, melainkan memiliki pengalaman hibrida di dunia perbankan global (J.P. Morgan, Citibank, DBS) dan startup fintech sebagai mantan CFO OY! Indonesia. Sertifikasi CFA dan FRM yang dimilikinya menegaskan kompetensi dalam manajemen risiko keuangan yang ketat.
Sementara itu, transformasi operasional digital dikawal oleh Bhavana Balramdas Vatvani selaku Direktur Operasional. Sebagai mantan Managing Director di Accenture yang menangani praktik jasa keuangan, Bhavana memiliki jam terbang tinggi dalam memimpin proyek transformasi digital di berbagai bank besar Indonesia dan multinasional. Keahliannya krusial untuk memastikan infrastruktur teknologi Superbank mampu melayani lonjakan transaksi nasabah tanpa kendala.
Benteng Kepatuhan dan Bisnis Ritel
Menjaga bank tetap patuh regulasi, Amalia Pratantara menjabat sebagai Direktur Kepatuhan. Dengan pengalaman 28 tahun, termasuk 11 tahun di Citibank Indonesia hingga posisi Chief Country Compliance Officer, Amalia menjadi garansi bahwa inovasi produk Superbank tidak akan menabrak rambu-rambu regulator.
Di sisi ekspansi bisnis, Sukiwan memegang kendali sebagai Direktur Bisnis. Ia adalah veteran perbankan ritel dengan pengalaman lebih dari 23 tahun di Maybank, Standard Chartered, Danamon, DBS, hingga CIMB Niaga. Keahliannya dalam unsecured lending (kredit tanpa agunan) sangat relevan dengan produk unggulan Superbank saat ini.
Kesimpulan Analisis
Melihat profil manajemen di atas, terlihat jelas bahwa Superbank tidak ingin main-main. Mereka tidak sekadar merekrut figur populer, tetapi menempatkan para ahli (“Subject Matter Experts”) di posisinya masing-masing. Kombinasi antara pemahaman ekosistem digital (Neneng, Bhavana), disiplin keuangan dan kepatuhan global (Anton, Melisa, Amalia), serta agresivitas bisnis ritel (Sukiwan) menjadi fundamental non-angka yang sangat menarik bagi calon investor IPO SUPA.
