turnback.CO.ID – JAKARTA.
Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo) mengharapkan adanya regulasi tambahan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan industri penjaminan.
Sekretaris Jenderal Asippindo, Agus Supriadi, menyatakan bahwa regulasi tambahan diperlukan agar industri dapat berkembang secara optimal dan berkelanjutan. Menurutnya, industri penjaminan masih membutuhkan penguatan dalam hal regulasi, terutama terkait dengan peningkatan permodalan minimum, penguatan manajemen risiko, serta standarisasi tata kelola dan pelaporan.
“Dengan demikian, dapat tercipta level playing field atau persaingan yang sehat antar pelaku industri,” ujarnya kepada turnback, Rabu (10/12/2025).
Agus menambahkan bahwa diperlukan juga regulasi yang lebih mendukung dalam hal skema penjaminan ulang, reasuransi, dan co-guarantee. Dengan regulasi tersebut, lembaga penjaminan akan memiliki ruang yang cukup untuk berinovasi dan memperluas portofolio tanpa meningkatkan risiko secara berlebihan.
Sebagai informasi, OJK telah menerbitkan beberapa ketentuan di bidang industri penjaminan sepanjang tahun 2025. Salah satu contohnya adalah Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2025 tentang Sertifikasi Kompetensi Kerja bagi Perusahaan Perasuransian, Lembaga Penjamin, Dana Pensiun, serta Lembaga Khusus Bidang Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (SEOJK No. 12/SEOJK.05/2025).
Selain itu, terdapat juga Peraturan OJK (POJK) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjamin dan POJK Nomor 11 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Penjamin. Kedua POJK ini telah diundangkan pada 6 Mei 2025 dan mulai berlaku efektif 6 bulan setelahnya atau 6 November 2025.
Beberapa ketentuan yang tercantum dalam POJK 10/2025 mencakup peningkatan modal disetor bagi usaha baru perusahaan penjamin, serta perluasan wilayah operasional bagi Jamkrida di daerah yang belum memiliki Jamkrida.
Untuk POJK 11/2025, aturan tersebut mengatur tentang peningkatan ekuitas bagi perusahaan existing. Selain itu, ada juga aturan re-sharing dengan kreditur minimum 25% dari nilai outstanding penjaminan, tetapi re-sharing khusus untuk trade minimum sebesar 10%. Selanjutnya, terdapat biaya akusisi maksimum 10% dari nilai Imbal Jasa Penjaminan (IJP).
Ditambah lagi, adanya penghapusan batas maksimum gearing ratio bagi kegiatan produktif dari sebelumnya 20 kali, kini batas maksimum gearing ratio untuk penjaminan seluruhnya adalah 40 kali dari ekuitas.
