Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengalokasikan dana sebesar Rp 1 triliun dari total anggaran Kementerian Dalam Negeri yang ditetapkan sebesar Rp 7,8 triliun tahun depan. Dana tersebut akan digunakan sebagai insentif tambahan bagi pemerintah daerah yang berhasil mengendalikan inflasi dan menurunkan tingkat kemiskinan.
Tito menjelaskan bahwa selama ini ia sebagai pengawas sering memberikan peneguran dan memeriksa kinerja pemerintah daerah. Namun, pada tahun depan, peneguran tersebut akan diimbangi dengan apresiasi berupa dana segar.
“Kami menggunakan dana ini sebagai reward kepada daerah. Reward apa? Karena saya sebagai pembina dan pengawas pemda selama ini banyak menegur, periksa-periksa. Tidak hanya stick saja, tapi juga perlu ada carrot-nya. Reward and punishment,” ujarnya saat ditemui di Jakarta Pusat, 1 Desember 2025.
Ia menambahkan bahwa hadiah kepada pemerintah daerah biasanya diberikan dalam bentuk sertifikat dan trofi. Namun, menurut Tito, daerah lebih senang jika diberi tambahan anggaran.
Penilaian bagi daerah yang memenuhi syarat untuk menerima insentif fiskal tambahan akan dimulai pada Januari tahun depan. Pemerintah provinsi serta pemerintah kota/kabupaten yang berhasil memenuhi beberapa kategori akan mendapatkan insentif.
Beberapa kategori yang menjadi pertimbangan antara lain:
Menstabilkan inflasi
Kota terbaik atau terbersih
Berhasil menangani kemiskinan
Pelayanan publik terbaik
* Berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi
Tito menyatakan bahwa alokasi dana bisa mencapai Rp 5 miliar untuk satu daerah. Jika ada 20 daerah yang menerima insentif, total dana yang diberikan bisa mencapai Rp 100 miliar. Dana tersebut berasal dari anggaran Rp 1 triliun yang telah disiapkan.
Meski penilaian dilakukan langsung oleh Kementerian Dalam Negeri, Tito membuka peluang bagi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk ikut menambah alokasi. Menurut Tito, Kementerian Keuangan pernah mengalokasikan dana khusus sebesar Rp 7 triliun sebagai hibah bagi pemerintah daerah.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan mendukung adanya insentif fiskal seperti ini. Ia menilai hal ini sangat penting di tengah kebijakan transfer ke daerah (TKD) yang mengalami penurunan signifikan dan kebijakan efisiensi anggaran daerah.
Namun, menurut Misbah, pemerintah pusat perlu membangun perspektif bahwa inflasi rendah dan akses layanan publik melalui digitalisasi adalah hak warga. “Sehingga pemerintah daerah tidak hanya bekerja mengendalikan inflasi dan digitalisasi hanya saat ada penilaian pemerintah pusat untuk mendapatkan insentif fiskal ini,” ujarnya.
Selain itu, Misbah merekomendasikan agar indikator penilaiannya dibedakan antara daerah dengan kapasitas fiskal sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Hal ini bertujuan untuk menghindari ketimpangan baru.
“Yang tidak kalah penting adalah pemda harus mengembangkan skema transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana insentif fiskal yang mereka terima. Terutama untuk peningkatan layanan dasar masyarakat dan kelompok rentan. Maka, penting melibatkan masyarakat sipil dalam proses perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan,” ujarnya.
