Kebijakan Moneter 2026: Keseimbangan Stabilitas dan Pertumbuhan
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menyampaikan arah kebijakan moneter untuk tahun 2026 yang menekankan keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Pernyataan ini menggambarkan pendekatan pro-stability and pro-growth yang akan diambil oleh BI dalam menjalankan tugasnya.
Menanggapi pernyataan tersebut, ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Hendri Saparini, menilai bahwa BI seharusnya tidak hanya fokus pada stabilitas, tetapi juga menjadi bagian penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, selama ini kebijakan moneter belum berhasil memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Selama ini stabilitas moneter terjaga, tetapi faktanya belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Hendri ketika dihubungi pada Sabtu, 29 November 2025. Ia menambahkan bahwa bank sentral perlu bekerja sama dengan pemerintah dalam merancang kebijakan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Namun, Hendri juga menyatakan bahwa peran BI dibatasi oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam undang-undang ini, tugas utama BI adalah menjaga kebijakan moneter, sistem pembayaran, serta mengawasi perbankan. Meskipun demikian, Presiden Prabowo berharap peran BI bisa lebih besar dalam mendorong pertumbuhan dan pembangunan nasional.
Hendri menilai tidak tepat bila pemerintah meminta BI untuk membuat kebijakan yang secara langsung berdampak pada pembangunan. “Jika kemudian BI diminta pemerintah untuk melakukan langkah lebih langsung dalam pembangunan hanya dengan mendasarkan pada UU Nomor 4 tahun 2023, tidak tepat dan tidak sesuai dengan UU Nomor 23,” ujarnya.
Selain itu, mandat BI juga diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Dalam UU tersebut, Pasal 7 menyebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai stabilitas nilai rupiah, memelihara stabilitas sistem pembayaran, serta turut menjaga stabilitas sistem keuangan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Arah kebijakan moneter 2026 disampaikan oleh Gubernur BI dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2025. Perry Warjiyo menjelaskan bahwa kebijakan moneter pada 2026 akan tetap berada pada keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan, di tengah masih tingginya ketidakpastian global.
“Kami di Bank Indonesia terus bersinergi erat dengan pemerintah, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), dan berbagai pihak mendukung transformasi ekonomi nasional Asta Cita, menjaga stabilitas dari gejolak global, mendorong pertumbuhan lebih tinggi dan berdaya tahan,” kata Perry di Jakarta pada Jumat malam, 28 November 2025.
Perry menambahkan bahwa seiring dengan terkendalinya inflasi, bank sentral akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga BI rate lebih lanjut untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Peran BI dalam Pembangunan Ekonomi
Meskipun tugas BI secara hukum terbatas pada kebijakan moneter, sistem pembayaran, dan pengawasan perbankan, ada harapan bahwa perannya bisa lebih luas dalam mendukung pembangunan ekonomi. Namun, hal ini harus dilakukan dengan tetap mematuhi aturan yang berlaku.
Beberapa ekonom seperti Hendri Saparini menilai bahwa kebijakan moneter selama ini belum efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara BI dan pemerintah dalam merancang kebijakan yang lebih progresif dan berorientasi pada pertumbuhan jangka panjang.
Dalam konteks ini, kebijakan moneter 2026 yang digagas oleh Perry Warjiyo menunjukkan komitmen BI untuk tetap menjaga stabilitas sambil mencari peluang untuk mendorong pertumbuhan. Hal ini menjadi penting mengingat kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian.
Tantangan dan Peluang di Tahun 2026
Tahun 2026 akan menjadi tantangan bagi BI dalam menjalankan kebijakan moneter yang seimbang. Di satu sisi, stabilitas ekonomi harus dipertahankan, sementara di sisi lain, pertumbuhan ekonomi harus ditingkatkan.
Untuk mencapai keseimbangan ini, BI perlu terus berkoordinasi dengan pemerintah dan lembaga lainnya. Selain itu, penurunan suku bunga BI rate yang mungkin dilakukan juga akan menjadi faktor penting dalam mendorong investasi dan konsumsi.
Dengan situasi global yang masih fluktuatif, BI harus siap menghadapi berbagai risiko dan memastikan bahwa kebijakan moneter tetap responsif terhadap perubahan ekonomi. Ini akan menjadi ujian bagi kapasitas dan fleksibilitas BI dalam menghadapi dinamika ekonomi yang semakin kompleks.
