Apa Itu Sunk Cost Fallacy?
Sunk cost fallacy, atau yang sering disebut sebagai “efek biaya hangus”, adalah bias kognitif di mana seseorang terus berinvestasi pada suatu usaha hanya karena sudah mengeluarkan banyak sumber daya meskipun logika menunjukkan bahwa berhenti bisa lebih bijak. Dalam psikologi, fenomena ini sangat umum dan bisa berdampak signifikan pada keputusan hidup sehari-hari.
Kecenderungan ini muncul karena perasaan rugi dan ketidakmampuan untuk mengakui bahwa keputusan sebelumnya mungkin keliru. Penyebabnya bisa sangat beragam, mulai dari rasa tidak ingin kehilangan apa yang telah dikeluarkan hingga komitmen emosional terhadap keputusan lama.
Faktor seperti “loss aversion” (takut merugi) dan disonansi kognitif juga menjadi pemicu kuat terjadinya sunk cost fallacy. Dampak dari terus terjebak dalam perangkap ini bisa berat, mulai dari pemborosan waktu dan uang, stres yang berkepanjangan, hingga peluang yang hilang. Karena itulah penting untuk mengenali bias ini dan belajar strategi konkret agar bisa mengambil keputusan lebih rasional dan sehat.
Penyebab Sunk Cost Fallacy
Sunk cost fallacy terjadi ketika kita merasa “sudah terlanjur” berinvestasi dalam suatu hal, bisa berupa uang, waktu, tenaga, atau emosi sehingga sulit untuk mundur meski hasilnya tidak positif. Kecenderungan ini berkaitan erat dengan keengganan mengakui kesalahan karena kita sudah mengorbankan banyak.
Salah satu penyebab utama adalah loss aversion, yakni rasa takut mengalami kerugian yang membuat manusia lebih memilih untuk mempertahankan sesuatu yang merugikan demi menghindari kerugian itu. Selain itu, ada keterlibatan ego yaitu keinginan menjaga citra diri sebagai pengambil keputusan yang “baik” yang membuat kita enggan menyerah.
Tak kalah penting, disonansi kognitif juga berperan. Ketika kita menyadari bahwa keputusan kita salah, muncul ketidaknyamanan mental, dan untuk meredamnya, kita memilih untuk terus maju agar diri kita sendiri merasa “benar sebelumnya”.
Cara Menghadapi Sunk Cost Fallacy
-
Fokus ke Masa Depan
Alihkan perhatian dari apa yang sudah dikeluarkan ke kemungkinan apa yang bisa dicapai jika kamu membuat keputusan berdasarkan situasi masa depan, bukan masa lalu. -
Evaluasi Secara Objektif
Libatkan orang lain seperti teman, rekan kerja, atau mentor untuk menilai situasi tanpa beban emosional, sehingga keputusan bisa lebih rasional. -
Terima Kerugian Sebagai Pelajaran
Sadari bahwa kehilangan, kesalahan, dan kegagalan adalah bagian dari proses belajar. Mengakui bahwa suatu investasi gagal adalah tanda kedewasaan, bukan kegagalan total. -
Buat Batasan Sebelum Memulai
Sebelum kamu berinvestasi (waktu, tenaga, uang), tentukan batasan yang jelas. Misalnya, “Jika pengeluaran sudah melebihi X atau manfaatnya belum jelas, saya akan berhenti”. Strategi ini membuat keputusan “putus” lebih mudah dan terencana.
Dampak Sunk Cost Fallacy dalam Kehidupan
Ketika kita terus berpegang pada keputusan karena sudah berinvestasi banyak, kita bisa melewatkan peluang lain yang lebih menguntungkan. Hal ini disebut opportunity cost. Mempertahankan sesuatu hanya karena biaya hangus bisa menghambat fleksibilitas dan kemampuan adaptasi kita.
Lebih jauh, efek ini juga bisa menimbulkan stres, kecemasan, dan rasa bersalah karena terus mempertahankan sesuatu yang tidak sehat atau tidak produktif. Perasaan ini bisa mengganggu kesejahteraan emosional jika tidak ditangani dengan baik.
Dalam konteks bisnis, kebiasaan ini dapat membuat perusahaan terus menyuntik dana ke proyek yang gagal dan melewatkan peluang investasi lebih menjanjikan. Sementara secara pribadi, ini bisa muncul dalam hubungan, karier, atau komitmen lain yang seharusnya sudah dievaluasi ulang.
Kesimpulan
Mengenali sunk cost fallacy dalam diri kita adalah langkah awal yang sangat berharga karena dari sana kita bisa mulai mereset cara berpikir dan membuat keputusan yang lebih sehat. Dengan memahami sumber-sumber bias seperti loss aversion, disonansi kognitif, dan keterikatan ego, kita bisa lebih siap untuk berhenti ketika suatu pilihan tak lagi menguntungkan.
Menerapkan strategi seperti menilai ulang keputusan bersama orang lain, fokus pada masa depan, dan menetapkan batas investasi sejak awal bisa membantu kita melepaskan diri dari “jebakan biaya terlanjur” dan memilih jalan yang lebih rasional.
Yang tak kalah penting yaitu memberi ruang pada diri sendiri untuk belajar dari kesalahan tanpa terus menyesali masa lalu. Dengan begitu, kita membangun kebebasan psikologis untuk membuat keputusan terbaik ke depan bukan karena kita “sudah terlanjur”, tetapi karena kita memilih dengan bijak.
