Jakarta — Aksi penambahan modal melalui skema rights issue mulai meningkat di akhir tahun ini, dengan sejumlah emiten seperti INET, GMFI, CBRE, dan TECH yang telah mengumumkan rencana aksi korporasi tersebut. Namun, tidak semua proses berjalan lancar.
PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk. (INET) melakukan Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu I (PMHMETD I) atau rights issue senilai maksimal Rp3,2 triliun. Dalam aksi ini, INET menerbitkan hingga 12,8 miliar saham baru dengan harga pelaksanaan sebesar Rp250 per saham.
Anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA), yaitu PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk. (GMFI), juga telah mendapatkan persetujuan dari pemegang saham untuk melakukan rights issue melalui rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) bulan lalu. GMFI akan menawarkan hingga 90,05 miliar saham baru Seri B. PT Angkasa Pura Indonesia (API) akan berpartisipasi dengan menyumbangkan aset berupa lahan seluas 972.123 meter persegi di kompleks GMF, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, senilai Rp5,6 triliun.
Selain itu, beberapa emiten lain juga merancang aksi korporasi serupa. Emiten properti milik konglomerat Hermanto Tanoko, PT Jaya Sukses Makmur Sentosa Tbk. (RISE), akan melakukan rights issue dengan menerbitkan hingga 1,33 miliar saham baru. Sementara itu, PT Cakra Buana Resources Energi Tbk. (CBRE) berencana menggelar rights issue sebanyak-banyaknya 48 miliar saham. Aksi korporasi ini akan dimintakan persetujuan pemegang saham dalam RUPSLB yang dijadwalkan pada 18 Desember 2025.
PT Indosterling Technomedia Tbk. (TECH) juga berencana menggelar rights issue sebanyak 502,52 juta saham baru, sementara PT Panca Global Kapital Tbk. (PEGE) berencana menggelar rights issue sebanyak 944,47 juta saham. Aksi korporasi ini akan dibahas dalam RUPSLB yang dijadwalkan digelar pada 24 Desember 2025.
Dari emiten konglomerasi, PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. (PANI) juga bakal menghimpun dana segar maksimal Rp16,7 triliun dari rights issue sebanyak-banyaknya 1,21 miliar saham baru.
Namun, beberapa emiten mengalami penundaan jadwal. PANI mengumumkan pengunduran rencana rights issue karena masih menunggu surat pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Corporate Secretary PANI Christy Grasella menjelaskan bahwa seluruh rencana yang telah terjadwal sebelumnya akan disesuaikan kembali setelah perseroan menerima surat efektif dari OJK.
Selain PANI, PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk. (CSIS) juga mengabarkan pengunduran jadwal pelaksanaan rights issue. Alasannya adalah CSIS masih menunggu diterbitkannya surat pernyataan efektif dari OJK. Direktur Utama CSIS Tjoea Aubintoro menjelaskan bahwa jadwal terbaru dari tahapan rights issue akan disampaikan kepada publik setelah OJK mengeluarkan surat efektif.
Beberapa emiten lain juga mengalami penundaan, seperti PT Sanurhasta Mitra Tbk. (MINA) yang awalnya menjadwalkan cum date pada 8 dan 10 Juli 2025. Namun, publikasi atas rencana tersebut telah tersiar di laman resmi KSEI pada 3 Juli 2025.
Senior Equity Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengatakan aksi rights issue kembali marak menjelang akhir 2025 karena kombinasi sentimen makro yang membaik, likuiditas pasar yang pulih, serta ekspektasi ekonomi 2026 yang lebih solid. Pemangkasan suku bunga global dan kebijakan BI yang mulai longgar membuat biaya modal turun, sehingga emiten lebih berani mengeksekusi ekspansi dan memilih rights issue sebagai opsi pendanaan yang relatif lebih murah dibanding utang.
Potensi pemulihan ekonomi tahun depan juga membuat banyak emiten mengambil langkah antisipatif untuk mengamankan modal lebih awal agar siap mengeksekusi proyek atau mengurangi tekanan leverage ketika permintaan mulai pulih.
Community and Retail Equity Analyst Lead PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) Angga Septianus mengatakan rights issue mulai kembali bergairah karena pulihnya selera risiko. Dia mencontohkan penguatan IHSG yang menembus rekor tertinggi sepanjang masa, serta derasnya aliran dana asing pada paruh kedua 2025. Momentum ini dimanfaatkan emiten untuk menggalang modal, apalagi prospek ekonomi 2026 diproyeksikan membaik dan banyak perusahaan mulai menyiapkan ekspansi.
Menurut Angga, pelonggaran suku bunga global dan domestik turut memperbaiki biaya pendanaan, sementara investor kembali mencari imbal hasil lebih tinggi. Secara keseluruhan, momentum pasar plus prospek pemulihan ekonomi tahun depan membuat aksi rights issue kembali relevan sebagai sumber pendanaan ekspansi.
